SMKN 1 Pelabuhan Ratu, Lulusannya Diburu Perusahaan
| Lusia Kus Anna |
Sabtu, 31 Maret 2012 | 10:03 WIB
Kompas/Lasti Kurnia
Siswa SMKN 1 Palabuhanratu bersama guru pembimbing mereka di
salah satu kapal di Dermaga Palabuhanratu, Sukabumi, Kamis (15/3).
Lulusan SMKN ini banyak dicari perusahaan pelayaran luar negeri untuk
magang selama tiga tahun.
TERKAIT:
Penulis: Ester Lince NapitupuluFasilitas
sekolah berbasis keahlian kelautan dan pelayaran yang minim tidak
membuat SMKN 1 Palabuhanratu di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat,
menghasilkan lulusan yang asal-asalan. Buktinya, sejak tahun 1999 hingga
kini, lulusan SMKN 1 Palabuhanratu diburu perusahaan luar negeri.
Lulusan
sekolah ini terutama ditawari bekerja di kapal perikanan, mulai sebagai
nakhoda, anak buah kapal, teknisi, hingga pengolahan ikan.
Bahkan,
lulusan SMKN 1 Palabuhanratu yang bekerja di Jepang dipuji. Sebab,
lulusan sekolah ini dinilai memiliki kesiapan fisik dan mental yang
dibutuhkan perusahaan perkapalan perikanan di Jepang. Sejak tahun 1999,
pengiriman lulusan SMKN 1 Palabuhanratu untuk bekerja di perusahaan
perkapalan perikanan di Jepang terus berlanjut.
”Permintaan
terhadap lulusan sekolah kami bukan saja dari Jepang. Tawaran kerja dari
perusahaan di Korea Selatan dan Taiwan mulai berdatangan. Perusahaan
tidak melirik yang sudah lulus saja, tetapi juga yang mau praktik kerja
industri,” kata Ade Santana, Kepala SMKN 1 Palabuhanratu. Perusahaan
pengolahan ikan dari Taiwan meminta 50 lulusan tiap tahun.
Meski
sekolah hanya memiliki satu kapal kayu sebagai kapal latih, yang kini
rusak berat, sekolah tetap berusaha membekali siswa dengan pengetahuan
soal perkapalan, pelayaran, dan kelautan. Fasilitas bengkel dan
laboratorium juga tidak memenuhi standar. Kesempatan praktik industri di
kelas dua selama minimal tiga bulan di sekitar Palabuhanratu hingga
Bali, Ambon, atau Sorong menjadi ajang belajar siswa tentang pekerjaan
di laut.
Dapat uangDalam masa praktik
kerja industri yang berlangsung 3 bulan sampai 9 bulan, siswa dibayar.
Kesempatan magang ini menjadi jalan keluar bagi siswa tidak mampu
mendapat tambahan uang untuk membayar uang sekolah atau menabung untuk
persiapan kerja ke luar negeri.
Siswa dibimbing oleh sejumlah
guru honor yang berpengalaman kerja di kapal perikanan di Jepang. Hal
ini yang membuat siswa SMKN 1 Palabuhanratu mampu menjadi pelaut ulung
di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sekolah.
Sekolah
kelautan/pelayaran yang berlokasi tak jauh dari pelabuhan ikan
Palabuhanratu ini mengalami nasib hampir sama dengan sekolah pertanian,
yaitu tak dilirik anak-anak muda. Ditambah lagi, keberpihakan pemerintah
terhadap kelautan tak maksimal. Akibatnya, peluang kerja terbuka lebar
di negeri orang lain.
Ade menjelaskan, awal Januari, perusahaan
luar negeri sudah berdatangan ke sekolah untuk menyeleksi siswa. Seleksi
berikutnya dilakukan seusai siswa ujian, sekitar Mei. ”Tiap tahun lebih
dari 30 siswa terpilih bekerja di perusahaan perkapalan perikanan di
Jepang. Tadinya, perusahaan ini memercayakan penyeleksian kepada guru.
Tetapi, kami meminta menyeleksi sendiri supaya bisa memilih siswa yang
pas,” kata Ade.
Bekerja di tengah laut selama tiga tahun memang
tidak mudah. Untuk itu, siswa dibiasakan dengan pendidikan disiplin yang
kuat atau semimiliter.
Setiap hari, digelar upacara yang
diselingi kegiatan fisik selama dua kali pada pagi dan siang hari. Pada
sore hari, ada kegiatan ekstrakurikuler siswa.
”Dari awal, siswa
sudah disiapkan untuk menghadapi dunia kerja di laut yang butuh
kedisiplinan serta kekuatan mental dan fisik. Buahnya, siswa kami terus
dipakai oleh perusahaan luar untuk ikut praktik kerja,” ujar Ade.
Anggun
Gusnawan, guru honor bahasa Jepang dan bagian kesiswaan, mengatakan,
para siswa dibekali dengan pendidikan karakter untuk bekal bekerja
nanti. Apalagi ada anggapan miring masyarakat soal pekerja di laut yang
sering tergoda dalam kegiatan negatif perjudian, mabuk, dan hubungan
seks bebas.
”Kami bekali siswa agar bisa punya benteng iman yang
kuat. Saya motivasi siswa supaya memakai kesempatan kerja di luar negeri
itu untuk belajar dan menyiapkan bekal hidup di Indonesia nanti. Jadi
bukan untuk hura-hura sehingga gaji amblas,” ujar Anggun yang pernah
menjalani ikatan kerja selama tiga tahun di kapal Jepang.
Menurut
Anggun, tenaga kerja asal Indonesia disukai karena mudah menyesuaikan
diri dengan masyarakat Jepang. Jika tenaga kerja Indonesia terus
menunjukkan kemampuan yang baik, ke depan Indonesia harus punya daya
tawar yang baik dalam hal penggajian dan fasilitas kerja.
Sertifikat internasionalMengenyam
pendidikan di SMK yang berbasis keahlian pelayaran/kelautan tidak hanya
butuh ijazah yang didapat jika lulus ujian nasional. Ada sertifikat
internasional yang mesti dipunyai siswa supaya bisa bekerja hingga ke
luar negeri.
Siswa dengan program keahlian nautika kapal
penangkap ikan, nautika kapal niaga, dan teknika perikanan laut (bagian
mesin) sejak di kelas dua sudah harus punya buku pelaut sebagai surat
izin siswa berlayar. Buku pelaut ini dibutuhkan supaya siswa di kelas
dua bisa menjalankan praktik kerja industri di perusahaan pelayaran
niaga atau perikanan.
Di kelas tiga, siswa harus mengambil ujian
ahli nautika kapal penangkap iklan (Ankapin 2) untuk siswa program
keahlian nautika kapal ikan serta ahli teknika kapal ikan (Atkapin 2)
untuk program keahlian teknika perikanan. Siswa program keahlian
pengolahan hasil laut perlu sertifikat hazard analysis and critical
control point untuk unit pengolahan ikan.
Siswa yang direkrut
kerja di kapal perikanan mendapat gaji 170 dollar AS-190 dollar AS per
bulan di luar biaya lain, termasuk uang lembur. Gaji meningkat seiring
lamanya bekerja. Kontrak kerja berlaku selama tiga tahun.
Di
sekolah ini, siswa dari program teknologi pengolahan hasil perikanan
diajari membuat beragam produk makanan dari bahan dasar hasil laut untuk
menambah nilai jual. Dengan peralatan kerja yang sederhana, siswa
mengolah ikan dari sekitar Palabuhanratu menjadi abon ikan, bakso,
nugget, sosis, dan burger. Namun, produksi tidak rutin karena terkendala
fasilitas kerja dan kemampuan guru.
Awalnya, tak banyak siswa
sekitar Palabuhanratu yang melirik SMK berbasis keahlian
pelayaran/kelautan ini. Masyarakat yang umumnya nelayan menganggap tak
perlu pendidikan khusus untuk bekerja di laut. Namun, peluang kerja bagi
lulusan perlahan mengubah sikap masyarakat. Kini, 70 persen siswa
berasal dari sekitar Palabuhanratu. Keinginan mengubah masa depan
keluarga lewat pendidikan menguat. Siswa sekolah kini tercatat berjumlah
380 orang.
Sekolah berencana membuka program keahlian budidaya rumput laut. Potensi rumput laut cukup menjanjikan.
Sekolah
juga butuh dukungan pemerintah daerah dan pusat karena biaya sekolah
siswa Rp 100.000 per bulan saja tak sampai 50 persen siswa yang mampu
membayar. Padahal, sekolah perlu membangun bengkel dan biaya operasional
kapal untuk praktik siswa.